Berita Terbaru

Rabu, 12 Januari 2022

Pasar Angso Duo, PT EBN Berprestasi atau Wanprestasi?



Oleh : Dr. Noviardi Ferzi*


Beritanya Viral, menjadi obrolan warung kopi, hingga ke mimbar-mimbar akademik.  bahwa PT. Eraguna Bumi Nusa (EBN) menunggak kewajiban atau setoran ke kas daerah Pemprov Jambi sekitar Rp 10,5 miliar sejak peresmian pasar tersebut Tahun 2018 lalu. 


Selaku peneliti yang dituntut objektif, saya tertarik untuk menulis masalah ini, meski mungkin berbeda, saya melihat aspek lain persoalan, dari berbagai sudut, tidak membela EBN atau pemerintah. Karena jika masalah ini hanya dilihat dari satu aspek, saya khawatir pedagang dan masyarakat yang akan menjadi korban.


PT. EBN sendiri adalah investor yang membangun dan mengelola Pasar Angso Duo. Pasar yang dulunya hanya berbentuk lapak - lapak sempit, kusam, pengap dan kumuh hingga menjadi pasar Modern hari ini, besar dan luas dengan 3492 toko, kios, los dan petak. Jumlah ini sesuai dengan data yang diberikan Walikota tentang penetapan jumlah pedagang di tahun 2012, sehingga selaku investor EBN membangun sesuai dengan jumlah pedagang dan PKL.


Sebagai investor yang digandeng Pemprov Jambi, PT Eraguna Bumi Nusa (EBN) menananamkan modalnya membangun dan mengelola pasar modern Angso Duo Kota Jambi. Investasi yang sudah ditanamkan PT EBN membangun pasar Angso Duo Jambi sejak  Oktober 2014 hingga pasar tersebut beroperasi mencapai Rp 176 miliar lebih.


Tak mudah bagi Pemrov mencari investor, apalagi untuk membangun ini PT. EBN menggunakan dana sendiri dari kas perusahaannya, bahkan EBN tidak menggunakan dana Bank untuk membangun pasar ini. 


Sebagai imbalannya PT EBN mendapatkan hak mengelola tanah yang dijadikan lokasi pasar Angso Duo Kota Jambi. Pihak perusahaan berkewajiban membayar kontribusi kerja sama Bangun, Guna dan Serah (BOT) kepada pemilik tanah, yakni Pemprov Jambi dengan nilai Rp 10,5 miliar.


Meski nilainya hanya 8 persen lebih dari total investasi yang telah dikeluarkan, 170 miliar vs 10,5 miliar, tetap saja masalah ini menjadi viral, seolah EBN tersangka, bahkan penjahat utama yang harus dimusuhi. 


Tentu saja, opini seperti ini yang saya kurang sependapat, karena disamping angka nominal kontribusi 10,5 miliar, ada  item perjanjian dan kewajiban yang harus publik ketahui.


Apapun ceritanya, saya menilai keseriusan PT. EBN menginvestasikan ratusan miliar dana, suatu sikap yang ksatria, meski kata ksatria tak ada dalam kajian ekonomi manapun. Namun sikap profesional ini ditunjukkan EBN untuk melaksanakan perjanjiannya. Suatu komitmen yang layak kita apresiasi.


Pembangunan Pasar Angso adalah suatu inisiatif brilian dari Gubernur Hasan Basri Agus (HBA) untuk menata aset Pemprov sekaligus menghadirkan Pasar Modern untuk masyarakat Jambi. Alhamdulilah, niatan HBA itu kini terwujud, Angso Duo kini sudah jauh lebih baik dari dahulu.


Kembali pada perjanjian, BOT memiliki perjanjanjian rinci dan mengikat antara Pemerintah Provinsi dan PT. EBN. Rinci item perjanjian inilah yang seyogyanya menjadi dasar menilai kasus yang terjadi. Karena, saya ingin melihat masalah Pasar Angso Duo secara utuh dan adil. 


Apalagi masalah ini bukanlah konflik kemanusian yang mengharuskan keberpihakan, ini masalah perdata, wanprestasi yang bisa diselesaikan dengan perundingan. Bukan untuk siapa - siapa, tapi untuk masyarakat Jambi sendiri.


Apa itu BOT?

BOT di dalam kerangka proyek infrastruktur tidak lain adalah sebuah perjanjian dimana pemilik proyek (dalam hal ini pemerintah) memberikan haknya kepada operator atau pelaksana (pihak swasta) untuk membangunan sarana dan prasarana umum dan mengoperasikannya dalam jangka waktu tertentu, serta mengambil keuntungan dalam pengoperasiannya.

Kemudian pada masa akhir kontrak swasta harus mengembalikannya proyek yang dikelolanya kepada pemerintah, sesuai dengan perjanjian BOT. 


Dalam konsep BOT tidak ada pihak yang akan dirugikan, tetapi akan terbuka menguntungkan pemerintah karena: pertama, BOT tidak membenani neraca pembayaran pemerintah. Kedua, dengan BOT akan mengurangi jumlah pinjaman pemerintah. Ketiga, BOT akan menjadi bagian tambahan sumber pembiayaan proyek-proyek yang diprioritaskan. Keempat, terbukanya tambahan fasilitas baru dengan proyek tersebut. Kelima, mengalihan risiko terhadap konstruksi, pembiayaan dan pengoperasian kepada sektor swasta. Keenam, mengoptimalkan kemungkinan pemanfaatan swasta atau masuknya tekhnologi asing.  Ketujuh, mendorong alih teknologi dari negara maju kepada negara-negara berkembang dengan BOT. Terakhir, ke delapan diperolehnya fasilitas lengkap dan operasional setelah jangka waktu akhir konsensi BOT terpenuhi.


Dari konsepsi BOT di atas sekali lagi, saya menyampaikan kekaguman atas usaha HBA Gubernur Jambi waktu itu yang melakukan upaya ini. HBA bisa menata Pasar Angso Duo Keterlibatan swasta tanpa uang APBD sama sekali, hasilnya bisa kita lihat dan rasakan sekarang. Untuk itu warisannya ini harus kita jaga, dengan cara apa? Tentu dengan cara yang membuat semua kepentingan terakomodir.



Tunggakan atau Persyaratan?


Sesuai dengan perjanjian Build Operating Transfer (BOT) PT. EBN selaku pemodal dan pengelola Pasar Angso Duo dengan Pemerintah Provinsi Jambi sebenarnya telah telah melakukan pembayaran 2.5 miliar kepada Pemprov Jambi. Ini sesuai dengan perjanjian, bahwa PT. EBN berkewajiban membayar 30 persen di awal dari total 10.5 miliar kewajiban. 


Hari ini yang jumlah tunggakan tersisa 8,5 miliar. Masalah tunggakan ini sebenarnya ada pasal perjanjian mengaturnya, khususnya pasal 25 perjanjian yang menyatakan, pelunasan sisa kontribusi dilakukan setelah keluarnya izin pengelolaan diterbitkan. Izin ini sendiri sudah di ajukan ke Pemprov, namun sampai hari ini izin pengelolaan itu belum turun. Ketika serah terima inilah kewajiban PT. EBN untuk membayar tunggakan itu lahir.


Masalah ini lebih heboh lagi, ketika masyarakat dikejutkan keputusan Pemprov Jambi malah memberikan kelonggaran pembayaran pada PT. EBN karena alasan dampak Pandemi Covid-19.


Sebenarnya cukup lumrah dalam kondisi Covid-19 ini, pemerintah memberikan kelonggaran kepada pihak swasta. Contoh perbankan juga memberikan keringanan kredit. Karena ada daya beli yang turun. PT EBN ini juga mengalami dampak itu.


Selaku pengamat saya menilai keputusan pemprov ini cukup bijak, karena walau bagaimanapun Gubernur harus melihat masalah ini dari sudut kepentingan. Baik itu kepentingan PT. EBN selaku investor maupun kepentingan masyarakat akan pasar. 


Tidak terlepas dari perjanjian yang disepakati sebelumnya, sebenarnya PT. EBN dalam posisi yang sulit untuk mengoptimalkan pengelolaan, pada satu sisi mereka dituntut melaksanakan kewajiban membayar secara penuh, namun disisi yang lain izin operasional mereka juga mengantung.


Masalahnya, sampai saat ini, PT. EBN belum menerima Izin Pengelolaan Fasilitas tersebut dari Pemprov Jambi. Padahal dalam perjanjian BOT disebutkan pembayaran termin ke dua sebesar 70 persen atau sebanyak 8.5 milyar setelah izin ini turun. Selain itu izin ini penting, bagi perusahaan dalam menyerap iuran rutin dari para pedagang.


Dampak belum di kabulkan oleh Pemprov Jambi, tentang izin pengelolaan fasilitas tersebut, membuat pihak PT EBN dilema. Betapa tidak, hal ini mengakibatkan secara tidak langsung pihaknya tidak bisa menarik uang iuran dari para pedagang. Hasilnya, mereka pun tidak memiliki dana yang cukup, untuk membayar distribusi ini pada pemerintah.


Sikap Gubernur Jambi, Al Haris sendiri cukup bijak yang tidak akan melakukan pemaksaan kepada PT EBN untuk melunasi tunggakan tersebut. Pemprov Jambi akan melakukan musyawarah dengan  pihak PT EBN terkait tunggakan tersebut.

Namun bukan bearti kebijakan tersebut memberikan kelonggaran kepada pihakPT EBN, melainkan hanya untuk mencari kesempatan duduk bersama mencari solusi antara Pemprov Jambi dengan PT EBN.

Al Haris mengatakan, pihaknya berusaha memahami kondisi PT EBN di tengah pandemi ini. Karena itu Pemprov Jambi tidak patut bersikap keras terhadap PT EBN agar membayar kewajibannya. Masalahnya pihak PT EBN juga sudah berkomitmen mengelola pasar Angso Duo untuk memberi kontribusi kepada pemerintah daerah.


Sikap Gubernur sesuai dengan amanat Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar pemerintah daerah ramah terhadap investasi yang berkontribusi positif terhadap masyarakat dan negara. Bukan zamannya lagi kita bersikap semenanya terhadap investor, termasuk framing negatif akan PT. EBN. 


Tentu saja kita berharap penyelesain ini bisa diselesaikan dengan musyawarah mufakat, tanpa ada pihak yang harus dirugikan dengan asas berfikir positif, itikad baik, win - win solution, saling menghormati, sportivitas, emosi terkendali dan kelayakan dan kepatutan.

Minggu, 09 Januari 2022

Menimbang Aturan Modal Inti BPD di Indonesia




Oleh : Dr. Noviardi Ferzi*



Dalam dunia perbankan, modal merupakan bantalan yang memberikan perlindungan terhadap aneka potensi risiko yang melekat pada bisnis suatu institusi. Risiko tersebut akan memengaruhi keamanan dana deposito, kredit yang dikucurkan dan institusi bersangkutan.

Study Michel Crouhy, Dan Galai & Robert Mark, 2000, menyebutkan penambahan modal di suatu bank akan memberikan kepercayaan kepada deposan, pemberi pinjaman dan pemangku kepentingan.


Dengan bahasa lebih sederhana, modal bagi bank berfungsi dan bermanfaat untuk menangkis berbagai potensi risiko seperti risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional dan risiko likuiditas.


Hari ini, Penguatan modal masih menjadi tantangan bagi bank pembangunan daerah. Regulator memberi waktu bagi BPD untuk memenuhi ketentuan modal minimal hingga Rp3 triliun sampai dengan 2024.


Dengan adanya POJK ini, BPD dapat melakukan konsolidasi dengan menambah modal, terlebih dengan adanya penghapusan aturan BUKU yang diganti KBMI. Sehingga BPD bisa melakukan terobosan yang sama dilakukan oleh bank-bank Nasional.


Modal inti sangat menentukan luas dan jangkauan kegiatan usaha bank. Makin perkasa modal inti, makin luas dan jangkauan ke giatan usaha bank. Makin kecil modal akan makin terbatas jangkauan kegiatan usaha bank.


Tantangan BPD


Namun kewajiban yang dibebankan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bagi kalangan bank pembangunan daerah (BPD) pemupukan modal memang bukan perkara mudah. Sebagai bank yang sahamnya dimiliki oleh pemerintah daerah, provinsi dan kabupaten/kota, proses setoran modal menggunakan alokasi anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) perlu mendapat persetujuan dewan.


Artinya, ada proses politik yang harus dilalui oleh BPD untuk bisa memupuk permodalannya. Sementara itu, regulasi mewajibkan bank-bank untuk memenuhi ketentuan modal inti agar kontribusi bagi perekonomian lebih kuat.


Di Indonesia dari total 24 BPD dan 2 BPD syariah, 12 di antaranya telah memenuhi modal inti di atas Rp3 triliun, sedangkan 14 lainnya masih memerlukan perhatian khusus.

Adapun 14 BPD yang belum memenuhi modal inti, antara lain BPD Sulawesi Tengah dengan modal inti Rp1,06 triliun, BPD Bengkulu sebesar Rp1,06 triliun, BPD Lampung Rp1,11 triliun, BPD Sulawesi Tenggara Rp1,23 triliun.

Kemudian, Bank Maluku dan Maluku Utara yang memiliki modal inti sebesar Rp1,24 triliun, BPD Sulawesi Utara dan Gorontalo sebanyak Rp1,34 triliun, BPD NTB Syariah Rp1,37 triliun, lalu BPD Jambi membukukan modal inti sebesar Rp1,6 triliun.

Selanjutnya, adalah BPD NTT yang baru memenuhi modal inti sebanyak Rp1,8 triliun dan BPD Kalimantan Selatan Rp1,89 triliun.

Tiga bank lainnya telah memiliki dana inti di atas Rp2 triliun, yaitu Bank Aceh Syariah dengan modal inti sebanyak Rp2,05 triliun, BPD DIY sebanyak Rp2,33 triliun serta BPD Kalimantan Barat mencatatkan modal inti sebanyak Rp2,81 triliun. 


Kinerja BPD di Indonesia


Terlepas dari sisi permodalan, BPD di Indonesia mampu melakukan penyesuaian terhadap potensi-potensi risiko sistematis yang mungkin terjadi seperti pandemi. Sebagai lembaga yang core business-nya sangat tergantung pada kinerja seluruh industri atau entitas ekonomi. Ketika entitas tersebut memiliki persoalan cash flow akibat pandemi maka bank pun akan terkena dampak akibat peluang default dari debitur akan naik atau berpengaruh terhadap kualitas kredit.


Bank pembangunan daerah (BPD) juga mengalami dampak dari risiko sistematis tersebut. Namun ada yang menarik dari kinerja keuangan BPD, dimana turbulensi keuangan mereka tidak sebesar rata-rata industri.

Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasi Otoritas Jasa Keuangan, kinerja BPD pada 2020 tidak mengalami penurunan secara signifikan. Pada akhir tahun lalu rata-rata return on asset (ROA) BPD 2,04%, sedikit mengalami penurunan dari 2,15% pada 2019. Adapun pada 2020, rata-rata ROA bank swasta nasional 1,56% dari sebelumnya 2,11% dan bank BUMN 1,43% dari sebelumnya 2,81%.

Hal ini menunjukkan profitabilitas BPD lebih stabil dibandingkan dengan bank lainnya ketika muncul risiko sistematis seperti pandemi Covid-19. Net Interest Margin (NIM) juga menunjukkan penurunan yang tidak signifikan dari 5,95% pada 2019 menjadi 5,72% pada tahun berikutnya.

Dari sisi efisiensi, BPD memiliki biaya operasional dan pendapatan operasional (BOPO) yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan bank BUMN dan swasta nasional. Pada masa pandemi, BOPO BPD (80,6%) relatif lebih rendah dibandingkan dengan bank swasta nasional (84,66%) dan bank BUMN (86,62%).

Keunggulan BPD 


Keunggulan dari BPD adalah area operasional yang tidak terlalu luas seperti bank nasional lainnya yang tersebar di seluruh Indonesia. Alhasil, BPD mampu mengontrol dan mengawasi kondisi yang berpotensi menyebabkan terjadinya turbelensi kinerja dengan lebih mudah. Dengan pasar yang cenderung homogen, eksposur risiko pasar lebih mudah diidentifikasi dan dikelola.

Artinya BPD memiliki keunggulan berupa kedekatan kultural dengan pasarnya, yang bisa menjadi competitive advantage mereka.

Namun keunggulan ini bisa juga menjadi kelemahan bagi BPD sendiri karena diversifikasi bisnis bank yang relatif sempit, sehingga sulit melakukan ekspansi ketika pasarnya hanya di beberapa provinsi. Ujung-ujungnya bisa menimbulkan kejenuhan pasar.

Selain itu, keunggulan lainnya adalah sumber daya BPD yang cenderung homogen, sehingga relatif lebih mudah bagi manajemen perusahaan dalam penerapan budaya organisasi tertentu. Dalam prakteknya, cenderung budaya organisasi BPD dipengaruhi oleh budaya lokal yang relatif homogen.

Namun, BPD dihadapkan pada tantangan digitalisasi yang menjadi penarik utama Industri 4.0. Kategori bank ini akan berhadapan dengan pesaing, baik dari bank nasional maupun tekfin yang mengandalkan teknologi informasi dalam kegiatan bisnis mereka.

Kehadiran konsep branchless banking dalam industri perbankan tentunya memberikan kemudahan bagi pesaing untuk masuk ke pasar lokal tanpa harus memiliki kantor cabang di suatu daerah.

Tentu saja BPD harus menjawab tantangan digitalisasi ini, masalahnya layanan digitalisasi membutuhkan investasi yang tidak sedikit. Untuk itulah penambahan modal menjadi penting untuk dilakukan.


Langkah dan Upaya


Untuk memenangi persaingan yang ketat di industri perbankan, dan mengejar target menjadi bank terkemuka (regional champion) di tahun 2024 nanti, bank milik pemerintah daerah harus memprioritaskan upaya penguatan modal. 


Pemerintah daerah sebagai pemegang saham harus menggaris bawahi agenda penguatan modal ini sebagai prioritas penting BPD saat ini dan di masa mendatang.


Setidaknya ada empat strategi penguatan modal yang bisa ditempuh oleh BPD. Pertama, melalui suntikan modal dari pemegang saham yakni pemerintah daerah. Kedua, memanfaatkan pasar saham untuk mengail modal melalui initial public offering (IPO) atau penjualan saham ke publik. Ketiga, mengurangi porsi setoran dividen ke pemegang saham (dividen payout). Terakhir, penerbitan obligasi senior maupun junior dan langkah merger-akuisisi.


Selain itu ada beberapa kiat bagi bank untuk menambah modal. Katakanlah, bank dapat melakukan peningkatan pertumbuhan laba, laba ditahan (retained earnings). Apapun caranya, penambahan modal inti BPD adalah satu keharusan. Dan ini harus menjadi kesadaran, khususnya pemerintah daerah dan DPRD.



* Pengamat Perbankan

Selasa, 04 Januari 2022

Penyelamatan Batang Hari, Mencari Esensi Lomba melukis Sungai




Oleh : Dr. Noviardi Ferzi




Batang Hari, sungai terpanjang di Sumatera yang pernah menjadi urat nadi Provinsi Jambi itu, kini dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Sungai ini tercemar merkuri akibat aktivitas tambang emas liar (PETI) di bagian hulu.


Banyak catatan yang menggambarkan bagaimana tentang keelokan dan kejayaan Batang Hari di masa lampau. Sungai yang memiliki panjang 800 kilometer ini menjadi urat nadi dan kebanggan negeri Jambi, namun saat ini kondisinya sedang tidak baik-baik saja. Arus Batang Hari memang mengalir tenang, tapi melihat kondisi sungai Batang Hari sekarang, pikiran menjadi tak tenang.


Suatu waktu, penulis pergi di bawah jembatan Aur Duri 1 Kota Jambi, airnya keruh kecoklatan oleh sendimen lumpur dan pasir yang kasat mata.

Menurut catatan Walhi, Penyebab kerusakan Batang Hari berasal dari masifnya perizinan industri ekstraktif yang berada di DAS, saat ini terdapat 39 Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan 1 Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu - Hutan Alam (IUPHHK – HA). Aktifitas industri ekstraktif merupakan penyumbang terbesar kerusakan hulu DAS Batang Hari.


Sungai Batang Hari adalah peradaban yang terlupakan, sarana ekonomi yang terpinggirkan. Terlupakan, karena semenjak jalan darat terbuka di era 80 an, Sungai Batang Hari tak lagi dijadikan pilihan sebagai sarana transportasi, lalu Sungai Batang Hari terpinggirkan ketika aktivitas sosial ekonomi masyarakat tak lagi bertumpu pada alur sungai. Hanya ada segelintir pencari ikan dan perahu ketek yang mengais rejeki disana. Jika pun mau ditambah daftar ini, kita bisa memasukan pengusaha galian C yang masih aktif memanfaatkan Batang Hari.


Hingga peradaban sungai itu kini hanya cerita yang tersisa. Jika tidak ada usaha massif secara ekologi dalam mengatur interaksi kepentingan, sangat mungkin sungai Batanghari mungkin hilang dari kehidupan orang Jambi.


Sungai Batang Hari kembali mengemuka ketika masalah angkutan batubara menjadi problem sosial yang besar di Jambi. Memang sejatinya alur sungai ini memiliki potensi dijadikan sarana angkutan batubara, namun masalahnya kembali pada pendangkalan yang terjadi disepajang alur sungai.


Aliran Sungai Batang Hari terus mengalami pendangkalan dengan volume lumpur yang menyebar di dasar sungai mencapai 20 juta meter kubik. Bahkan pendangkalan mencapai 20 juta meter kubik tersebut terjadi jika erosi yang terjadi di DAS tersebut per hektarnya mencapai 40 ton. Jika lebih dari 40 ton maka pendangkalan yang terjadi semakin besar.


Banyak hal yang menyebabkan pendangkalan di sungai itu. Salah satu yang sangat mempengaruhi yakni perubahan kontur alam dimana banyak hutan-hutan di daerah itu yang telah beralih fungsi menjadi pemukiman warga dan beralih menjadi perkebunan masyarakat. Hal tersebut memicu terjadinya erosi dan menyebabkan pendangkalan sungai yang panjangnya sekitar 800 km ini.


Selain itu, kemarau yang berkepanjangan turut mempengaruhi sungai itu dengan menyebabkan air Sungai Batang Hari defisit.
Musim kemarau ini berpengaruh terhadap debit air, karena daerah resapan air kurang menyebabkan mata air banyak yang mati, dan cadangan air tanah juga berkurang


Tidak heran jika memasuki musim kemarau terdapat pasir-pasir membentuk pulau di Sungai Batang Hari. Itu merupakan hasil pengendapan erosi dari hulu hingga hilir sungai.


Jika pendangkalan terus terjadi dikhawatirkan akan berdampak buruk terhadap lingkungan, tidak hanya bagi manusia, namun bagi ekosistem yang hidup di sungai akan turut terancam. Selain itu, jika memasuki musim penghujan banjir akan mudah terjadi karena sungai tak mampu menampung debit air yang cukup besar.


Dalam satu dekade terakhir, Provinsi Jambi memiliki persoalan dengan air. Sebab Sungai Batang Hari yang ada di Bumi Sepucuk Jambi Sembilan Lurah, posisinya bukan lagi sebagai sumber air bersih, rumah habitat ikan tawar, dan jalur transportasi bagi masyarakat, kini justru menjadi sumber penyakit dan persoalan.

Sungai Batang Hari berada pada status prioritas I, yang artinya kondisi kritis. Berdasarkan analisis kualitas air sungai Batanghari tahun 2016 diketahui bahwa nilai Biological Oxygen Demand (BOD) 18,08 mg/L dan Chemical Oxygen Demand (COD) 35,2 mg/L hasil dari analisa ini telah melampaui baku mutu yang ditetapkan yaitu BOD 3 mg/L dan COD 25 mg/L, hasil tersebut menunjukkan sumber pencemar terindikasi dari limbah industri dan limbah domestik.

Dengan kata lain, penanganan permasalahan Sungai Batang Hari merupakan hal yang harus segera dilakukan. Misi ini harus dijadikan gerakan kolektif dan ihitiar bersama. Pemerintah Provinsi Jambi sudah saatnya melakukan penyelamatan DAS Batang Hari dengan memangkas segala akar permasalahan.


Semburat Cahaya di Gelap Malam


Akhirnya, ada juga inisiatif keprihatinan yang muncul dari masyarakat. Bulan lalu lahir Yayasan Sahabat Sungai Batang Hari (YSSB) yang membawa misi pelestarian dan mungkin juga pemberdayaan di Sungai Batang Hari.


Mengutip percakapan Whatsapp (WA) salah seorang pengurusnya, Yayasan ini nanti akan memiliki banyak program baik itu, Survey, Ekspidisi, Penelitian, Pemetaan, Prokasih, Penghijauan DAS serta kolaborasi dg OPD, instansi, Kementerian/Lembaga, Perguruan Tinggi, BWSS, BP DAS, KLHK, PUPR, Kemenhub, NGO dalam dan luar negeri, lembaga funding, pemberdayaan masyarakat sekitar DAS, melalui kerja bersama terkoordinasi, fokus simultan. Pokoknya keren, menjadi semburat cahaya di gelapnya malam.


Sebuah tapak kecil untuk sebuah cita - cita yang besar, Yayasan ini melakukan kampanye cinta dan peduli sungai untuk anak - anak. Melihat, memandang, merasakan, memikirkan dan menilai Sungai Batang Hari dalam perspektif anak - anak sang pewaris dan penerus masa depan.


Dimulai dengan menggelar perlombaan melukis bagi siswa SD se-Kota Jambi, pada Rabu (5/1/21) nanti.


Pemilihan tema “Mencintai Sungai Kita” dimaksudkan sebagai media penanaman karakter kepada para generasi muda untuk senantiasa mencintai dan menjaga kelestarian sungai sebagai bagian kehidupan masyarakat.


Lebih dari itu, melalui lomba ini diharapkan dapat meningkatkan kepedulian dan kesadaran para siswa-siswi selaku generasi muda akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan sungai sebagai bagian dari rasa cinta mereka terhadap lingkungan.


Sebagai suatu ikhtiar tentu upaya ini perlu kita apresiasi dan di dukung, namun kesadaran masyarakat menjaga kebersihan sungai dan tepiannya dapat menjadi kunci sukses bagi kelestarian lingkungan Sungai Batang Hari di masa depan.


Namun ada baiknya, ada langkah awal mendesak pemerintah mengevaluasi dan menghentikan perizinan industri di wilayah DAS yang tidak mengindahkan aspek keberlanjutan lingkungan hidup. Selain itu, diperlukan kesungguhan dan ketegasan pemerintah dalam menegakkan regulasi yang ada.

Permasalahan di Sungai Batang Hari merupakan hal yang nyata, maka penanganannya pun harus dengan aksi nyata. Dari hulu hingga hilir. Bukan sebatas melukis sungai Batanghari. Akhirnya kita ingin yayasan ini tak mati suri, kita berharap semangat yang menyala untuk terus bersuara pentingnya kelestarian sungai Batanghari. Demi anak cucu kita mereka yang hari ini melukis sungai Batang Hari.



Senin, 03 Januari 2022

Tahun 2022, Fase Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia



Oleh: Dr. Noviardi Verzi*



Meski masih ada tantangan terkait Covid-19 dan varian baru nya, namun pemerintah optimis dapat mengoptimalkan berbagai peluang yang ada untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi di tahun 2022. Bahkan tahun 2022 dipandang sebagai golden moment Indonesia untuk melakukan akselerasi pertumbuhan ekonomi. Saatnya berlari lebih cepat.


Untuk membawa ekonomi berlari, saat ini Indonesia tengah berada pada masa momentum positif karena pandemi Covid-19 yang terkendali dengan baik. Angka effective reproduction number berada dibawah 1 yang berarti wabah dapat dikendalikan.


Secara fase penangganan Pandemi, ekonomi Indonesia mengalami tiga fase penting, yaitu fase pandemi pada 2020, kemudian fase pemulihan pada 2021, dan akan dilanjutkan dengan fase normalisasi pada pasar global, saat Indonesia akan mengalami fase akselerasi di 2022.


Kalangan dunia usaha cukup bergairah memasuki tahun baru.Terlihat dari berbagai indikator yang mengalami kenaikan, diantaranya kredit yang mulai mengalami peningkatan, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang berada di level 113,4 pada bulan Oktober 2021, Indeks PMI Manufaktur yang mencapai 57,2 di bulan Oktober 2021, dan dunia usaha yang mulai melakukan perekrutan kembali yang tercermin dari turunnya tingkat pengangguran.


Selain itu, harapan iklim investasi yang lebih kondusif di 2022 dapat mendorong investasi langsung yang dapat memberikan dukungan bagi stabilitas Rupiah. Nilai tukar Rupiah diperkirakan akan berada di kisaran Rp14.500 – Rp14.800.

Jika sebelumnya pandemi menyebabkan kontraksi pertumbuhan PDB global sebesar 3,5 persen, PDB global mengalami kenaikan masif dan tumbuh sebesar 5,9 persen di tahun 2021. Artinya ada pertumbuhan setara mencapai lebih dari US$ 5 triliun atau kurang 7500 triliun rupiah.


Maka tak heran aktivitas perdagangan global di 2022 diperkirakan akan tumbuh di atas rerata jangka panjang, namun pertumbuhannya tidak setinggi di 2021. Perdagangan global akan ditopang oleh kebutuhan produk dan jasa seiring dengan normalisasi aktivitas ekonomi.

Normalisasi tidak hanya terjadi pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga pada kebijakan moneter dan fiskal. Di sisi kebijakan moneter, seiring era normalisasi ekonomi global, bank sentral dunia juga melakukan penyesuaian arah kebijakan. Suku bunga diperkirakan akan meningkat secara gradual sambil tetap memperhatikan kondisi terkait pandemi.


Sektor Ekonomi Andalan Indonesia

Keunggulan Indonesia dibandingkan banyak negara di kawasan adalah demografi Indonesia yang didominasi warga usia muda membawa keuntungan, mempercepat aktivitas ekonomi kembali normal.


Perekonomian Indonesia akan pulih dan semakin membaik pada tahun 2022. Pertumbuhan diprakirakan akan mencapai 4,7-5,5 persen, dari 3,2-4,0 persen pada 2021.


Untuk mewujudkan ini penting untuk bisa membuka kembali sektor-sektor perekonomian dan meningkatkan mobilitas masyarakat mendorong sumber pertumbuhan ekonomi baru, mendorong digitalisasi, serta ekonomi-keuangan inklusif dan hijau.


Dengan memastikan kebutuhan pangan, mengembangkan UMKM dan ekonomi kreatif, menggerakkan sektor riil, menciptakan lapangan kerja sekaligus mengurangi tingkat pengangguran, dan menjaga iklim investasi.


Beberapa sektor produktif dipercaya bakal menjadi akselerator pemulihan ekonomi di tahun 2022. Sektor-sektor itu telah terbukti mampu survive di tahun 2020 dan 2021 yang penuh tantangan, sektor tersebut antara lain telekomunikasi, kesehatan pertanian dan pariwisata serta turunannya.


Sementara pada sektor kesehatan dan turunannya seperti obat, vitamin dan alkes, menjadi akselerator ekonomi karena semenjak pandemi melanda, masyarakat dunia makin peduli akan kesehatannya.

Hal serupa juga terjadi pada sektor pertanian dalam arti luas, tahun lalu walaupun rendah, sektor pertanian tetap tumbuh positif. Sektor-sektor tersebut dinilai cukup resilience di saat krisis terjadi seperti krisis akibat pandemi.

Sektor pariwisata adalah sektor yang sedang tidur dan akan menjadi akselerator kebangkitan ekonomi di tahun 2022. Karenanya, mulai hari ini sektor pariwisata harus menyiapkan infrastruktur pendukung dengan baik, maintenance harus dilakukan, serta menyiapkan SDM yang baik.

Demi mendukung sektor ini, pemerintah akan tetap menjaga fleksibilitas APBN dan melanjutkan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Pelaksanaan Program PEN ini akan dilanjutkan di tahun 2022 untuk mengantisipasi perluasan dampak Covid-19 di tahun 2022. Pemerintah telah menyediakan alokasi anggaran sebesar Rp321,2 triliun di tahun 2022. Alokasi program PEN di tahun 2022 akan diarahkan untuk mendorong perekonomian melalui 4 Klaster Program, diantaranya Kesehatan Rp77,05 triliun, Perlindungan Masyarakat Rp126,54 triliun, Program Prioritas Rp90,04 triliun, dan Dukungan UMKM dan Korporasi Rp27,48 triliun.


Berdasarkan potensi inilah optimisme itu dibangun, sebagai kunci pemulihan ekonomi yang berkelanjutan. Kunci dari membangun optimisme tersebut adalah melalui sinergi berbagai pihak dari pemerintah, sektor bisnis, hingga akademisi untuk selalu kreatif dan inovatif. Semoga.


* Pengamat

Jumat, 31 Desember 2021

Kado Tahun Baru 2022, Naiknya Harga BBM, LPG dan Listrik





Oleh : Dr. Noviardi Ferzi *


" Harga sebenarnya dari sesuatu jerih payah dan kesulitan untuk memperolehnya " (Adam Smith)


Jelang tahun baru 2022 pemerintah melalui PT. Pertamina (Persero) secara resmi menaikan harga liquefied petroleum gas (LPG) atau elpiji non subsidi. Sekarang harga jual elpiji 12 kg dan 5 kg ini berkisar antara Rp 1.600 - Rp 2.600 per kg. Tentu saja kenaikan ini menjadi kado tak menyenangkan di tahun baru 2022.


Pemerintah (baca, Pertamina) berdalih kenaikan ini untuk merespon tren peningkatan harga Contract Price Aramco (CPA) LPG yang terus meningkat sepanjang tahun 2021.


Di mana menurut Pertamina harga kontrak penyediaan elpiji dengan perusahaan Arab Saudi terus meningkat, di November 2021 mencapai 847 USD/metrik ton, harga tertinggi sejak tahun 2014 atau meningkat 57% sejak Januari 2021.


Harga liquefied petroleum gas (LPG) yang naik membuat pemerintah dalam posisi yang penuh dilema, pada satu sisi membuat pemerintah menanggung selisih harga penjualan semakin besar, dan ini beban. Di lain sisi lain pilihan untuk meningkatkan harga jual LPG tentu akan berdampak luas.


Lalu dengan alasan subsidi tak jebol, pemerintah memutuskan menaikan harga elpiji non subsidi untuk ditanggung rakyat. Anehnya, kelompok elpiji non subsidi ini hanya sekitar 7,8 persen dari konsumen, jika untuk alasan subsidi tidak jebol, kenapa kenaikan tidak dilakukan untuk elpiji subsidi 3 kilogram secara ringan pada kisaran harga 1000 - 2000 rupiah, meski kecil penghematan subsidi akan terasa karena konsumsi nasional mencapai 92,5 persen.


Gas elpiji merupakan komoditas strategis, memiliki keterkaitan dengan hampir semua sendi ekonomi masyarakat. Akibatnya akan berdampak pada produk olahan pangan (kuliner) dan sektor industri. Kenaikan harga ini membuat masyarakat dengan segala cara beralih ke gas Elpiji 3 kg atau gas melon. Pergeseran tersebut dikarenakan kenaikan harga elpiji menggerus daya beli masyarakat. Jika tidak di awasi dengan baik, akan terjadi menumbuh suburkan praktek pengoplosan elpiji. Apalagi masyarakat dalam kondisi masih terpukul pandemi sehingga cenderung mencari harga yang lebih murah, peluang yang dari dulu dimanfaatkan oleh para pengoplos.


Di aspek lain, perbedaan harga elpiji 3 kg bersubsidi dan elpiji 12 kg non subsidi pasca kenaikan, akan menjadi penyebab utama pengoplosan. Memanfaatkan celah distribusi dan pengawasan yang dilakukan Pertamina, para pengoplos selalu mencari celah untuk melakukan pengoplosan. Disparitas harga itulah yang memicu masyarakat untuk mengoplos, karena keuntungan yang didapat memang besar.


Perlu ada langkah antisipasi dari Pertamina maupun Kementerian ESDM dalam merespons kebijakan yang dikeluarkan. Di samping itu tentu saja perlu kontrol agar shifting dapat diminimalisir karena mengakibatkan ketaktepatan sasaran penggunaan gas elpiji bersubsidi.


Semestinya ketika Pertamina menaikkan harga elpiji 12 Kg seharusnya terlebih dulu memastikan pendapatan dan daya beli masyarakat meningkat. Karena kelompok bawah nilai tukar mereka masih rendah. Sebagai contoh nilai tukar petani tidak naik naik. Kalau mau melakukan kenaikan harga energi, daya beli dan pangan harus dijaga, agar tidak ada inflasi.


Agenda kenaikan energi yang beruntun


Ironisnya, bukan hanya elpiji yang mengalami kenaikan harga, tapi juga energi lain di tahun depan. Sudah ada beberapa agenda tahun depan terkait peningkatan harga energi, seperti peningkatan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan wacana penghapusan BBM di bawah RON 92 yaitu Premium dan Pertalite.


Selanjutnya, rencana kenaikan listrik golongan pelanggan non-subsidi di tahun depan. Dengan skema tarif penyesuaian, maka kenaikan tarif listrik di tahun depan diperkirakan naik dari Rp 18.000 hingga Rp 101.000 per bulan sesuai dengan golongannya.


Peningkatan harga energi ini tentu akan melecut inflasi di tahun 2022 ke kisaran 5 persen yoy, atau lebih tinggi dari kisaran sasaran Bank Indonesia (BI) yang sebesar 3 persen plus minus 1 persen.


Belum lagi, akan ada risiko peningkatan harga kebutuhan pokok, seperti pangan yang dipengaruhi oleh pasokan pangan karena adanya La Nina dan peningkatan permintaan menjelang Ramadan 2022.


Dampak ini belum termasuk ada risiko terkait dengan imported inflation, seiring dengan gonjang-ganjing nilai tukar rupiah karena normalisasi kebijakan moneter bank-bank sentral dunia.

Imbas peningkatan inflasi ini kemudian dirasakan oleh rumah tangga, terutama kelompok menengah bawah. Terjadi kecenderungan rumah tangga kemudian mengurangi pengeluaran sekundernya, sebagai dampak dari kenaikan harga energi dan kenaikan harga kebutuhan pokok.


Mengurangi pengeluaran sekunder berarti mengorbankan kesejahteraan, mendorong masyarakat dekat pada kemiskinan. Ini sebuah realitas ekonomi yang getir, terlebih kegetiran itu dimulai dengan ucapan Selamat Tahun Baru 2022 ditengah kenaikan harga energi BBM, LPG dan Listrik.



* Pengamat

Endemi dan Recovery, Dua Titik Harapan Tahun 2022



Oleh : Dr. Noviardi Ferzi*


" Harapan akan selalu hadir untuk mereka yang mempercayai perubahan "


Hari ini Jumat, 31 Desember 2021, satu hari tersisa di ujung tahun, satu hari yang memberi kesempatan opini ini ditulis, tentang harapan endemi dan recovery. Sebuah tulisan jelang tahun berakhir.


Sebelum 2021 tutup buku, berbagai kalangan telah mempersiapkan rencana tahun depan dengan berbagai agenda, baik itu yang sipatnya strategis maupun yang lebih taktis dalam level operasional. Berbagai rencana ini menunjukan bahwa hidup selalu ada harapan untuk ditunggu, harapan di tahun 2022.


Pemerintah sendiri menuai harapan itu dengan menjaga fleksibilitas APBN untuk melanjutkan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2022, mengantisipasi kemungkinan perluasan dampak pandemi di tahun depan. 


Kata Fleksibel merujuk akan perubahan situasi, artinya jika kondisi pandemi memburuk program dan anggaran yang telah disepakati bisa berubah, dialihkan atau bahkan dihilangkan. Artinya tetap ada skenario refocusing anggaran seperti dua tahun sebelumnya.


Di tahun 2022, pemerintah tetap fokus pada strategi percepatan percepatan pemulihan ekonomi. Kucuran insentif fiskal bagi percepatan pemulihan perekonomian Indonesia akan tetap dilakukan. Konsistensi kebijakan fiskal di masa pandemi memang diperlukan, yang mana krisis ini akan menjadi momentum untuk melanjutkan reformasi struktural, reformasi fiskal, dan reformasi sektor keuangan. Berbenah secara radikal sistem ekonomi yang adaktif dengan skenario endemi.


Harapan Pertama Endemi


Terkait dengan pandemi dan alokasi APBN  harapan pertama pemerintah, yaitu pendemi menjadi endemi. Di Indonesia, pandemi ini diperkirakan bisa berubah menjadi endemi pada 2022 ketika kasus Covid-19 telah lebih terkendali.


Lalu, apakah endemi itu? Endemi adalah sebuah kondisi di mana kasus penyakit menular lebih terkendali. Artinya, jumlah kasus Corona bisa terkendali dengan baik, dibandingkan dengan situasi pandemi. Endemi dapat digambarkan sebagai sebuah situasi di mana kondisi kasus lebih terkendali.


Faktor yang membuat pandemi bertransisi menjadi endemi adalah kekebalan masyarakat atau herd immunity meningkat. Hal ini bisa terjadi dengan akselerasi vaksinasi maupun infeksi alamiah.


Tentu saja demi mencapai kondisi itu, diperlukan instrumen pengendalian agar pandemi bisa terkendali. Misalnya, dengan PPKM yang tengah dijalankan saat ini.
Dengan instrumen pengendalian PPKM berupa pengaturan dan target spesifik, baik 3M, 3T, dan vaksinasi di tingkat kabupaten/kota, diharapkan kondisi tersebut segera tercapai dengan syarat kolaborasi pemerintah dan masyarakat harus bisa menyukseskan kebijakan yang telah ada, agar efektif dan signifikan hasilnya.


Untuk hal ini sebagian kalangan berkeyakinan bahwa Indonesia telah keluar dari pandemi Covid-19 dan memasuki fase endemi, salah satunya Epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono, menurutnya penularan masih ada cuma karena jumlah kasusnya yang sedikit, penularan itu tidak membebani pelayanan kesehatan. Artinya, fase endemi adalah fase di mana kasus bisa ditekan dan angka yang masuk ke rumah sakit sangat rendah, dengan tingkat kematian nol. Endemi inilah harapan pertama kita di tahun 2022, harapan pemerintah dan kita semua.


Harapan Kedua, Recovery


Pandemi Covid 19 telah memasuki usia dua tahun. Hampir semua sektor kehidupan terdampak. Sektor ekonomi menjadi sektor yang mengalami goncangan hebat selama pandemi. Meningkatnya PHK, angka pengangguran, penurunan volume dagang dan produksi membuat ekonomi terperosok ke jurang resesi yang dalam. Namun, fase Endemi melahirkan harapan baru untuk ekonomi bisa Recovery, pemulihan ekonomi yang juga menjadi harapan di 2022.


Mengutip Economist Bank DBS, terdapat lima fase dalam recovery tersebut. Fasenya adalah pandemi sendiri, vaksinasi, inflasi, pasar lowongan kerja (jobs market), dan penyusunan kebijakan baru (policy direction).

Saat ini negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia, masih pada fase pandemi dan vaksinasi dengan sebaran herd imunity yang terbatas pada skala lokal. Sedangkan negara maju sudah pada tahap inflasi dan jobs market. 


Dua tahun yang lalu, fase pendemi dan vaksinasi telah di mulai. Dalam situasi di mana vaksin telah ditemukan tapi belum didistribusikan sepenuhnya dan tujuan nasional berfokus untuk mulai mengembangkan ekonomi, terdapat beberapa kebijakan yang dapat diberlakukan. Kebijakan yang diberlakukan mulai bersifat ekspansif untuk kembali menstimulus perekonomian nasional. Masa transisi ini justru menjadi masa yang krusial karena masyarakat harus siap dalam menyambut tatanan sosial ekonomi yang akan segera kembali normal. Pada masa ini, ketergantungan terhadap pemerintah perlu dikurangi dan bantuan yang diberikan pun dapat lebih berfokus pada manfaat jangka panjang.

Untuk situasi terakhir di mana vaksin telah ditemukan dan didistribusikan, sesungguhnya menjadi landasan untuk fase ketiga yakni inflasi, berfokus untuk mulai mengembangkan ekonomi, terdapat beberapa kebijakan yang dapat dijalankan. Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah pada situasi seperti ini perlu lebih berfokus pada tujuan jangka panjang. Perlu diingat bahwa kecepatan rebound dalam ekonomi tidak selalu sejalan dengan keberlanjutan pertumbuhan ekonomi di jangka panjang. Rebound ekonomi di China yang terjadi dengan cepat tetapi penuh risiko merupakan contohnya. Rebound tersebut terjadi lantaran pemerintah meningkatkan pengeluarannya guna menstimulus perekonomian, namun tidak pengeluaran tersebut kurang memiliki manfaat jangka panjang.

Investasi pada infrastruktur yang padat karya akan memberikan banyak manfaat dalam jangka panjang. Pertama, penyerapan tenaga kerja dalam jangka panjang akan meningkat, memberikan sumber penghasilan jangka panjang kepada masyarakat. Kedua, manfaat dari infrastruktur yang dibangun memberikan nilai guna yang bisa dimanfaatkan masyarakat dalam jangka panjang. Ketiga, pembangunan infrastruktur dalam industri pariwisata akan  meningkatkan minat masyarakat mancanegara untuk berwisata di Indonesia. Industri pariwisata yang saat ini sedang mengalami kemunduran pun dapat segera menyambut momen kebangkitannya. 


Lalu fase ke lima adalah penciptaan lapangan kerja (jobs market) melalui Investasi pada infrastruktur yang padat karya akan memberikan banyak manfaat dalam jangka panjang. Pertama, penyerapan tenaga kerja dalam jangka panjang akan meningkat, memberikan sumber penghasilan jangka panjang kepada masyarakat. Kedua, manfaat dari infrastruktur yang dibangun memberikan nilai guna yang bisa dimanfaatkan masyarakat dalam jangka panjang. Ketiga, pembangunan infrastruktur dalam industri pariwisata akan  meningkatkan minat masyarakat mancanegara untuk berwisata di Indonesia. Industri pariwisata yang saat ini sedang mengalami kemunduran pun dapat segera menyambut momen kebangkitannya.

Hal berikutnya yang akan memberikan dampak positif bagi perekonomian bahkan kehidupan sosial masyarakat dalam jangka panjang adalah perubahan kebijakan yang adaptif pada investasi pada pendidikan. Investasi pada pendidikan akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki oleh Indonesia. Peningkatan kualitas SDM akan meningkatkan daya saing tenaga kerja Indonesia di tingkat internasional. Semakin tinggi daya saing akan meningkatkan membuka kesempatan pekerjaan dan meningkatkan pemasukan masyarakat dalam jangka panjang. Inilah Recovery yang melahirkan keberdayaan masyarakat dalam bentuk inovasi ekonomi berbasis kebijakan baru yang lahir di saat endemi. Saat manusia berdamai dengan Corona.


Akhirnya saya ingat kata George Weinberg bahwa " Harapan tidak pernah meninggalkam anda, tapi kebanyakan anda yang meninggalkannya...Selamat Tahun Baru 2022 dengan penuh harapan.

 
© Copyright 2019 Tigasisi.net | AKTUAL & FAKTUAL | All Right Reserved